Kerajaan Tidung
Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
Kerajaan Tidung[1] atau dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan
(Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang memerintah Suku Tidung di utara Kalimantan Timur, yang berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu.
Sebelumnya terdapat dua kerajaan di kawasan ini, selain Kerajaan Tidung,
terdapat pula Kesultanan Bulungan
yang berkedudukan di Tanjung Palas. Berdasarkan silsilah (Genealogy) yang ada
bahwa, bahwa di pesisir timur pulau Tarakan yakni, dikawasan binalatung
sudah ada Kerajaan Tidung kuno
(The Ancient Kingdom of Tidung), kira-kira tahun 1076-1156. Kemudian berpindah
kepesisir barat pulau Tarakan yakni, dikawasan Tanjung
Batu, kira-kira pada tahun 1156-1216. Lalu bergeser lagi, tetapi
tetap dipesisir barat yakni, kekawasan sungai bidang kira-kira pada tahun
1216-1394. Setelah itu berpindah lagi, yang relatif jauh dari pulau Tarakan yakni, kekawasan Pimping bagian barat dan
kawasan Tanah
Kuning, yakni, sekitar tahun 1394-1557.
Riwayat
Riwayat tentang
kerajaan maupun pemimpin (Raja) yang pernah memerintah dikalangan suku Tidung terbagi dari beberapa tempat yang
sekarang sudah terpisah menjadi beberapa daerah Kabupaten antara lain Kabupaten
Bulungan (Salimbatu,
Kecamatan Tanjung Palas Tengah), (Malinau
Kota, Kabupaten Malinau]]), Sesayap,
Kabupaten Tana Tidung,
(Sembakung,
Kabupaten Nunukan
, (Kota Tarakan) dan lain-lain hingga ke daerah
Sabah (Malaysia) bagian selatan.
Dari
riwayat-riwayat yang terdapat dikalangan suku Tidung tentang kerajaan yang pernah ada dan
dapat dikatakan yang paling tua di antara riwayat lainnya yaitu dari Menjelutung
di Sungai Sesayap dengan rajanya yang terakhir bernama Benayuk. Berakhirnya
zaman kerajaan Menjelutung karena ditimpa malapetaka berupa hujan ribut dan
angin topan yang sangat dahsyat sehingga mengakibatkan perkampungan di situ
runtuh dan tenggelam kedalam air (sungai) berikut warganya. Peristiwa tersebut
dikalangan suku Tidung disebut Gasab
yang kemudian menimbulkan berbagai mitos tentang Benayuk dari Menjelutung.
Dari beberapa
sumber didapatkan riwayat tentang masa pemerintahan Benayuk
yang berlangsung sekitar 35 musim. Perhitungan musim tersebut adalah
berdasarkan hitungan hari bulan (purnama) yang dalam semusim terdapat 12
purnama. Dari itu maka hitungan musim dapat disamakan +kurang lebih dengan
tahun Hijriah. Apabila dirangkaikan dengan riwayat tentang beberapa tokoh
pemimpin (Raja) yang dapat diketahui lama masa pemerintahan dan keterkaitannya
dengan Benayuk,
maka diperkirakan tragedi di Menjelutung
tersebut terjadi pada sekitaran awal abad XI.
Kelompok-kelompok
suku Tidung pada zaman kerajaan Menjelutung
belumlah seperti apa yang terdapat sekarang ini, sebagaimana diketahui bahwa
dikalangan suku Tidung yang ada di
Kalimantan timur sekarang terdapat 4 (empat) kelompok dialek bahasa Tidung,
yaitu :
- Dialek bahas Tidung Malinau
- Dialek bahasa Tidung Sembakung.
- Dialek bahas Tidung Sesayap.
- Dialek bahas Tidung Tarakan yang biasa pula disebut Tidung Tengara yang kebanyakan bermukim di daerah air asin.
Dari adanya
beberapa dialek bahasa Tidung yang
merupakan kelompok komunitas berikut lingkungan sosial budayanya masing-masing,
maka tentulah dari kelompok-kelompok dimaksud memiliki pemimpin masing-masing.
Sebagaimana diriwayatkan kemudian bahwa setelah kerajaan Benayuk
di Menjelutung
runtuh maka anak keturunan beserta warga yang selamat berpindah dan menyebar
kemudian membangun pemukiman baru. Salah seorang dari keturunan Benayuk
yang bernama Kayam selaku pemimpin dari pemukiman di Linuang Kayam (Kampung si
Kayam) yang merupakan cikal bakal dari pemimpin (raja-raja) di Pulau Mandul, Sembakung
dan Lumbis.
Daftar Silsilah Raja-Raja Tidung
Raja-raja dari Kerajaan Tidung Kuno
Kerajaan Tidung
Kuno adalah Suatu Pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Raja, dimana pusat
pemerintahan selalu berpindah-pindah dengan wilayah yang kecil/kampung.
- Benayuk dari sungai Sesayap, Menjelutung (Masa Pemerintahan ± 35 Musim)
Berakhirnya zaman
kerajaan Menjelutung karena ditimpa malapetaka berupa hujan ribut dan angin
topan yang sangat dahsyat sehingga mengakibatkan perkampungan di situ runtuh
dan tenggelam kedalam air (sungai) berikut warganya. Peristiwa tersebut
dikalangan suku Tidung disebut Gasab
yang kemudian menimbulkan berbagai mitos tentang Benayuk dari Menjelutung.
- Yamus (Si Amus) (Masa Pemerintahan ± 44 Musim)
Selang 15 (lima
belas) musim setelah Menjelutung runtuh seorang keturunan Benayuk yang bernama
Yamus (Si Amus) yang bermukim di Liyu Maye mengangkat diri sebagai raja yang
kemudian memindahkan pusat pemukiman ke Binalatung (Tarakan). Yamus memerintah
selama 44 (empat puluh empat) musim, setelah wafat Yamus digantikan oleh salah
seorang cucunya yang bernama Ibugang (Aki Bugang).
- Ibugang (Aki Bugang)
Ibugang
beristrikan Ilawang (Adu Lawang) beranak tiga orang. Dari ketiga anak ini hanya
seorang yang tetap tinggal di Binalatung yaitu bernama Itara, yang satu ke
Betayau dan yang satu lagi ke Penagar.
- Itara (Lebih kurang 29 Musim)
Itara memerintah
selama 29 (dua puluh sembilan) musim. Setelah wafat Anak keturunan Itara yang
bernama Ikurung kemudian meneruskan pemerintahan dan memerintah selama 25 (dua
puluh lima) musim
- Ikurung (Lebih kurang 25 Musim)
Ikurung
beristrikan Puteri Kurung yang beranakkan Ikarang yang kemudian menggantikan
ayahnya yang telah wafat.
- Ikarang (Lebih kurang 35 Musim), di Tanjung Batu (Tarakan).
Ikarang memerintah
selama 35 (tiga puluh lima) musim di Tanjung Batu (Tarakan).
- Karangan (Lebih kurang Musim)
Karangan yang
bristrikan Puteri Kayam (Puteri dari Linuang Kayam) yang kemudian beranakkan
Ibidang.
- Ibidang (Lebih kurang Musim)
- Bengawan (Lebih kurang 44 Musim)
Diriwayatkan
sebagai seorang raja yang tegas dan bijaksana dan wilayah kekuasaannya di
pesisir melebihi batas wilayah pesisir Kabupaten Bulungan sekarang yaitu dari
Tanjung Mangkaliat di selatan kemudian ke utara sampai di Kudat (Sabah,
Malaysia). Diriwayatkan pula bahwa Raja Bengawan sudah menganut Agama Islam dan
memerintah selama 44 (empat puluh empat) musim. Setelah Bengawan wafat ia
digantikan oleh puteranya yang bernama Itambu
- Itambu (Lebih kurang 20 Musim)
- Aji Beruwing Sakti (Lebih kurang 30 Musim)
- Aji Surya Sakti (Lebih kurang 30 Musim)
- Aji Pengiran Kungun (Lebih kurang 25 Musim)
- Aji nata Djaya (Kurang 20 Musim)
- Pengiran Tempuad (Lebih kurang 34 Musim)
Pengiran Tempuad
kemudian kawin dengan raja perempuan suku Kayan di Sungai Pimping bernama
Ilahai.
- Aji Iram Sakti (Lebih kurang 25 Musim) di Pimping, Bulungan
Aji Iram Sakti
mempunyai anak perempuan yang bernama Adu Idung. Setelah Aji Iram Sakti wafat
kemudian digantikan oleh kemanakannya yang bernama Aji Baran Sakti yang
beristrikan Adu Idung. Dari perkawinan ini lahirlah Datoe Mancang
- Aji Baran Sakti (Lebih kurang 20 Musim).
- Datoe Mancang (Lebih kurang 49 Musim)
Diriwayatkan bahwa
masa pemerintahan Datoe Mancang adalah yang paling lama yaitu 49 (empat puluh
sembilan) musim
- Abang Lemanak (Lebih kurang 20 Musim), di Baratan, Bulungan
Setelah Abang
Lemanak wafat, ia kemudian digantikan oleh adik bungsunya yang bernama Ikenawai
(seorang wanita).
- Ikenawai bergelar Ratu Ulam Sari (Lebih kurang 15 Musim)
Ikenawai
bersuamikan Datoe
Radja Laut keturunan Radja
Suluk bergelar Sultan
Abdurrasid.
Dinasti Tengara
Dahulu kala kaum
suku Tidung yang bermukim dipulau Tarakan, popularjuga dengan sebutan kaum
Tengara, oleh karena mereka mempunyai pemimpin yang telah melahirkan Dynasty
Tengara. Berdasarkan silsilah (Genealogy) yang ada bahwa, bahwa
dipesisir timur pulau Tarakan yakni, dikawasan
binalatung sudah ada Kerajaan Tidung kuno
(The Ancient Kingdom of Tidung), kira-kira tahun 1076-1156. Kemudian berpindah
kepesisir barat pulau Tarakan yakni, dikawasan Tanjung Batu, kira-kira pada
tahun 1156-1216. Lalu bergeser lagi, tetapi tetap dipesisir barat yakni,
kekawasan sungai bidang kira-kira pada tahun 1216-1394. Setelah itu berpindah
lagi, yang relatif jauh dari pulau Tarakan yakni, kekawasan Pimping bagian
barat dan kawasan Tanah Kuning, yakni, sekitar tahun 1394-1557.
Kerajaan Dari
Dynasty Tengara ini pertama kali bertakhta kira-kira mulai pada tahun 1557-1571
berlokasi di kawasan Pamusian
wilayah Tarakan
Timur.
Raja-raja dari Dinasti Tengara
- Amiril Rasyd Gelar Datoe Radja Laoet (1557-1571)
- Amiril Pengiran Dipati I (1571-1613)
- Amiril Pengiran Singa Laoet (1613-1650)
- Amiril Pengiran Maharajalila I (1650-1695)
- Amiril Pengiran Maharajalila II (1695-1731)
- Amiril Pengiran Dipati II (1731-1765)
- Amiril Pengiran Maharajadinda (1765-1782)
- Amiril Pengiran Maharajalila III (1782-1817)
- Amiril Tadjoeddin (1817-1844)
- Amiril Pengiran Djamaloel Kiram (1844-1867)
- Ratoe Intan Doera/Datoe Maoelana (1867-1896), Datoe Jaring gelar Datoe Maoelana adalah putera Sultan Bulungan Muhammad Kaharuddin (II)
- Datoe Adil (1896-1916)
Hubungan dengan Kesultanan Sulu
Dikatakan Sultan
Sulu yang bernama Sultan Salahuddin-Karamat atau Pangiran Bakhtiar telah
berkahwin dengan seorang gadis Tionghoa yang berasal dari daerah Tirun
(Tidung). Dan juga karena ingin mengamankan wilayah North-Borneo (Kini Sabah) selepas
mendapat wilayah tersebut dari Sultan Brunei, seorang putera Sultan
Salahuddin-Karamat iaitu Sultan Badaruddin-I juga telah memperisterikan seorang
Puteri Tirun atau Tidung (isteri kedua) yang merupakan anak kepada pemerintah
awal di wilayah Tidung. (Isteri pertama Sultan Badaruddin-I, dikatakan adalah
gadis dari Soppeng, Sulawesi Selatan. Maka lahirlah Datu Lagasan yang
kemudianya menjadi Sultan Sulu bergelar, Sultan Alimuddin-I ibni Sultan
Badaruddin-I). Dari zuriat Sultan Alimuddin-I inilah dikatakan datangnya
Keluarga Kiram dan Shakiraullah di Sulu.
Maka dari darah
keturunan dari Puteri Tidung ini lahir lah seorang putera bernama Datu Bantilan
dan seorang puteri bernama Dayang Meria. Datu Bantilan kemudiannya menaiki
takhta Kesultanan Sulu (menggantikan abangnya Sultan Alimuddin-I) pada tahun
sekitar 1748, bergelar Sultan Bantilan Muizzuddin. Adindanya Dayang Meria
dikatakan berkahwin dengan seorang pedagang Tionghoa, dan kemudiannya
melahirkan Datu Teteng atau Datu Tating. Dan dari zuriat Sultan Bantilan
Muizzuddin inilah datangnya Keluarga Maharajah Adinda, yang kini merupakan
"Pewaris Sebenar" kepada Kesultanan Sulu mengikut Sistem Protokol
Kesultanan yang dipanggil "Tartib Sulu".
Dikatakan juga
pewaris sebenar itu bergelar, Duli Yang Maha Mulia (DYMM) Sultan Aliuddin
Haddis Pabila (Wafat pada 30.06.2007 di Kudat, Sabah). Dan juga dinyatakan
bahawa 'Putera Mahkota' kesultanan Sulu kini adalah putera bongsu kepada DYMM
Sultan Aliuddin yang bernama Duli Yang Teramat Mulia (DYTM) Datu Ali Aman atau digelar
juga sebagai "Raja Bongsu-II" (*Gelaran ini mungkin mengambil sempena
nama moyang mereka yang bernama Raja Bongsu atau Pengiran Shahbandar
Maharajalela, yang merupakan putera-bongsu kepada Sultan Muhammad Hassan dari
Brunei. Dikatakan Raja Bongsu ini telah dihantar ke Sulu menjadi Sultan Sulu
menggantikan pamannya Sultan Batarasah Tengah ibnu Sultan Buddiman Ul-Halim
yang tiada putera. Ibu Raja Bongsu ini adalah puteri kepada Sultan Pangiran
Buddiman Ul-Halim yang berkahwin dengan Sultan Muhammad Hassan).
Dan kerana mahu
rakyat Sulu memahami akan HAK "Pewaris Kedua" dalam Kesultanan Sulu,
maka DYTM Datu Raja Bongsu-II ini telah mengutuskan sepupunya Datu Lajamura Bin
Datu Wasik ke Sulu untuk memberi penerangan kepada seluruh rakyat Sulu akan HAK
Keluarga Maharaja Adinda. Maka kehadiran Datu Lajamura Bin Datu Wasik di Sulu
adalah selaku Pegawai WAKIL penerangan dari Keluarga Maharaja Adinda atau (The
Maharaja Adinda Royal House Representative Officer).
Hubungan dengan Kesultanan Bulungan
Di antara kedua
kerajaan tersebut terdapat hubungan yang erat, sebagaimana layaknya seperti
orang bersaudara karena saling diikat oleh tali Perkawinan. Meskipun demikian
proses saling memengaruhi tetap berjalan secara halus dan tersamar, karena
salah satu di antaranya ingin lebih dominan dari yang lainnya. Dengan Demikian
tidak dapat dielakkan bahwa persaingan terselubung antara keduanya merupakan
masalah laten yang adakalanya mencuat kepermukaan. Dalam hal ini pihak penjajah
Hindia Belanda cukup jeli memanfaatkan masalah
itu, maka semakin serulah hubungan keduanya, bahkan menjadi konflik politik
yang tajam, sehingga akhirnya tergusurlah Kerajaan dari Suku kaum Tidung
tersebut.
Hubungan dengan Kesultanan Banjar
Menurut Kakawin
Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365
menyebutkan Tirem (=Tirun/Tidung) sebagai salah satu negeri yang telah
ditaklukan Kerajaan Majapahit
oleh Gajah Mada. Menurut Hikayat Banjar, sejak masa kekuasaan Maharaja
Suryanata (Raden Aria Gegombak Janggala Rajasa), pangeran dari Majapahit yang
menjadi raja Negara Dipa (Banjar) yang ke-2 pada masa Hindu, penguasa Karasikan
sudah menjadi taklukannya. Karasikan adalah sebutan dari Kesultanan Banjar untuk Kerajaan Tidung.
Karasikan dalam Hikayat Banjar disebutkan sebagai salah satu tanah di atas
angin (= negeri di sebelah timur atau utara) yang telah ditaklukan.
Karasikan (= Tarakan) dianggap sebagai salah satu vazal Banjarmasin, sehingga
ketika Banjarmasin jatuh ke tangan VOC sebagai daerah protektorat (=
tanah pinjaman) pada 13 Agustus 1787
maka vazal-vazal Banjarmasin oleh Sultan Tamjidullah I diserahkan kepada VOC, maka
Karasikan atau wilayah suku Tidung ini menjadi wilayah VOC. Karasikan yaitu
wilayah suku Tidung meliputi utara Kalimantan Timur hingga daerah-daerah pada
Divisi Tawau dan sekitarnya termasuk pulau Sipadan dan Ligitan, sehingga tidak mengherankan ketika VOC
membuat peta tahun 1787, wilayah VOC lebih ke utara daripada
perbatasan Kalimantan Timur-Sabah yang ada pada masa kini.
Hubungan dengan Kesultanan Berau
Dari http://bumibatiwakkal.blogspot.com/2009/01/historis-asal-usul-berau.html
Bulungan dan Tidung Memisahkan Diri Membentuk Kesultanan Sendiri Karena
terjadinya kericuan dan insiden pada waktu menetapkan giliran siapa yang harus
menjadi raja dari kedua keturunan pangeran itu, kekuasaan pusat pemerintahan
yang berkedudukan di Muara bangun hampir tiada berfungsi lagi. Dalam situasi
yang tidak menentu itu, daerah Bulungan dan Tidung berkesempatan melepaskan diri
dari kesatuan wilayah kekuasaan Berau dan membentuk kesultanan sendiri pada
tahun 1800.
Demografi kawasan
Kawasan Kalimantan
Timur bagian utara secara umum penduduk aslinya terdiri dari tiga jenis suku
bangsa yakni : Tidung, Bulungan dan Dayak yang mewakili tiga kebudayaan yaitu
Kebudayaan Pesisir, Kebudayaan Kesultanan dan Kebudayaan Pedalaman.
Kaum suku Tidung
umumnya terlihat banyak mendiami kawasan pantai dan pulau-pulau, ada juga
sedikit ditepian sungi-sungai dipedalaman umumnya dalam radius muaranya. Kaum
suku Bulungan kebanyakan berada di kawasan antara pedalaman dan pantai,
terutama dikawasan Tanjung Palas
dan Tanjung Selor. Sedangkan kaum suku Dayak kebanyakan mendiami kawasan
Pedalaman. Kalangan suku Dayak yang terdengar dan Popular adalah bernama suku Dayak Kenyah. Suku Dayak memiliki banyak
sub-suku bangsa mereka tersebar dikawasan pedalaman dan dan memiliki berbagai
macam nama.
Suku Tidung
Adapun mengenai
suku kaum Tidung, mata pencaharian andalannya adalah sebagai Nelayan, disamping
itu juga bertani dan memanfaatkan hasil hutan. Berdasarkan dokumen dan
informasi tertulis maupun lisan yang ada bahwa, tempo dulu dikawasan Kalimantan
Timur belahan utara terdapat dua bentuk pemerintahan, yakni : Kerajaan
dari kaum suku Tidung dan Kesultanan dari kaum suku Bulungan. Kerajaan dari
kaum suku Tidung berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu,
Sedangkan Kesultanan Bulungan berkedudukan di Tanjung Palas.
Lihat pula
- Suku Tidung
- Kesultanan Bulungan
- Kota Tarakan
- Kabupaten Tana Tidung
- Kabupaten Bulungan
- Kabupaten Nunukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar